Hari-hari ini Pemerintah dalam diri Kemenpora sedang dihadapkan pada “surat cinta” FIFA tentang kisruh PSSI-KPSI tetapi juga dengan soal mega skandal korupsi Hambalang yang melibatkan dirinya. Lepas dari problem yang sedang dihadapi Kemenpora Andi Mallarangeng, PSSI tengah dihadapkan pada isu tidak sedap: sanksi FIFA.
Pertanyaan besar adalah, Benarkah PSSI akan disanksi FIFA? Kepastian dari peringatan ini memang harus ditunggu setelah tanggal 14 Desember melalui rapat EXCO FIFA di Jepang. Sekarang kita memiliki dua (kurang lebih) pandangan berbeda, terutama dari KSPI-ISL dan juga PSSI. KPSI-ISL begitu getol menggolkan voter Solo untuk hadir dalam Kongres Biasa (atau luar biasa - sedang digodok juga), namun PSSI mengatakan voter Palangkaraya tahun lalu yang akan diundang karena sesuai statuta PSSI dan FIFA.
Jika pernyataan PSSI melalui Sekjendnya Gus Lim benar bahwa mereka ingin bertindak sesuai dengan statuta, mengapa FIFA ingin beri sanksi kepada PSSI-Indonesi? Memang PSSI benar dalam hal MoU tidak lebih tinggai dari statuta. Ada bebarapa catatan yang nampaknya mengemuka dari kisruh PSSI-KPSI terakhir ini:
- MoU dibuat untuk mengadopsi keberadaan KPSI-ISL. Inilah catatan pertama yang seharusnya disadari oleh seluruh pihak, termasuk ISL lovers atau IPL-PSSI lovers. MoU dibuat karena ada kisruh dan hendak mendamaikan PSSI dan KPSI. Entah bagaimanapun, ada keinginan beberapa anggota KPSI dan ISL untuk memperbaiki situasi sepak bola Indonesia, tetapi keinginan mereka yang sedikit ini tidak didukung oleh sebagian besar pengurus yang memang telah menyimpan ambisi busuk laninnya. Dalam komentar teman-teman di kompasiana, mereka bukanlah mau memperbaiki sepak bola Indonesia tetapi justru mau melengserkan eksistensi Johar Arifin sebagai ketua PSSI, atau dalam istilah lain, perebutan dan kehausan kekuasaan serta jabatan, yang tentu tersimpan juga ekses politik partai tertentu yang terlihat sangat kental. Namun sayang, bahwa KPSI-ISL tidak terlalu menyadari bahwa MoU itu dibuat karena demi mereka, dan bukan demi PSSI. Jika sejak awal mereka mengikuti MoU dan mengeksekusinya secara konsekwen, masalah selesai dan kepentingan mereka telah mendapat tempat di PSSI.
- MoU tidak melebih Statuta. Biasanya jika kisruh yang sangat sulit diselesaikan, dilakukan MoU, dan sering MoU bisa tidak sesuai dengan aturan umum yang sedang berlaku. Jadi MoU diciptakan untuk mencari solusi win-win, dan itulah antara PSSI dan KPSI. Adanya MoU justru sering menabrak Statuta, tetapi karena demi KPSI-ISL yang ingin memperbaiki sepak bola nasional, maka biarlah MoU itu menabrak statuta. Tetapi karena sejak awal, pihak KPSI dan ISL sering mengangkangi MoU, maka, setelah beraudiensi dengan FIFA, Farid Rahman dan Gus Lim berupaya untuk meninggalkan MoU dan kembali kepada Statuta. Pernyataan Gus Lim memang benar, bahwa MoU tidak melebihi statuta, dan jika, seperti kutipan dari Sekjen FIFA, MoU tidak bisa dieksekusi dengan baik, harus wajib kembali kepada statuta.
- Sanksi FIFA masih 50-50. Memang FIFA telah memberi “surat cinta” kepada pemerintah Indonesia untuk memperhatian kisruh tanpa henti di tubuh PSSI tetapi tetap dengan hati-hati juga agar tidak sampai pada intervensi. Melihat sikap tegas PSSI yang, katanya, tidak melanggar statuta, maka ada kemungkinan sanksi itu tidak akan diturunkan. Jika diturunkan sangsi itu, justru tembakan pertama yang dapat diduga ialah kepada KPSI dan ISL, dengan memberi jangka waktu sesingkat2nya utk kembali kepada rumah PSSI. Bisa jadi, FIFA akan meminta kepada PSSI untuk menyerahkan daftar orang-orang pembangkang serta klub2 yang berlaga di luar federasi serta pengelola liga di luar federasi untuk kemudian meminta PSSI menjatuhkan sanksi kepada mereka semua. Jika memang benar bahwa PSSI tidak melanggar statuta, maka FIFA juga akan menghitung-hitung juga alasan untuk menjatuhkan sanksi itu. Tetapi jika akhirnya PSSI dijatuhkan sanksi, maka pasti FIFA sudah memikirkan alasa-alasan yang kuat serta pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan PSSI.
- Setelah tanggal 14 Desember, KPSI bubar dan ISL kembali ke PSSI.Mungkin dugaan ini tidak berdasar, tetapi jika benar bahwa FIFA akan meminta PSSI menjatuhkan sanksi kepada orang-orang KPSI serta klub2 ISL serta pengelola kompetisi, maka PSSI mungkin akan memberikan kesempatan kepada klub2 ISL untuk kembali ke rumah ISL dan para pembelot juga utk kembali. Bagi yang tetap merasa harga diri dikuras, maka PSSI akan menyerahkan nama-nama mereka kepada FIFA untuk dihukum secara “internasional”.
Kita boleh berandai-andai seperti itu, tetapi semoga masih ada secercah harapan agar Indonesia tidak dihukum FIFA dan PSSI dan KPSI bisa memikirkan mana yang terbaik. Sebenarnya jika mau (dalam arti untuk sampai kepada rekonsiliasi) biarlah untuk sementara seluruh voter (Palangkaraya dan Solo) hadir di Kongres. Setelah itu dibuatkan kesepakatan untuk kali berikut bahwa 10 klub ISL dan 10 klub IPL (jika begitu pengandaiannya), maka mereka inilah yang menjadi voter sah untuk kongres berikut. Sedangkan pengurus PSSI tingkat provinsi bisa dicarikan waktu sepanjang tahun berikut utk duduk bermusawarah membentuk kongres tingkat daerah dan mencari ketua baru mereka. Tetapi ini semua tergantung keinginan dan kesadaran yang tinggi dari masing-masing pengurus untuk memajukan sepak bola Indonesia.
Salam Sepak Bola
07 desember 2012
sumber: http://olahraga.kompasiana.com/bola/2012/12/08/sanksi-fifa-ketidak-kemungkinan-yang-mungkin-514962.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Selamat Datang Di Sahabat Kapesi
silahkan tinggalkan komentar anda agar blog saya semakin maju